Menulis Aksi, Menggerakkan Literasi
NEWS  

Sebut Richard Eliezer Layak Lanjutkan Karier di Polisi, Pengamat: Siapkah Polri Menerima?


Warning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /home/u1604943/public_html/literaksi.com/wp-content/themes/wpberita/template-parts/content-single.php on line 98

Literaksi.com – Peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel menilai Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Bharada E) layak untuk melanjutkan kariernya sebagai polisi.

Menurut Reza, sebagai justice collaborator (JC), yang sebangun dengan whistleblower, Eliezer sudah menunjukkan betapa ketaatan pada kebenaran lebih tinggi daripada kepatuhan yang menyimpang.

“Dengan mentalitas seperti itu, Eliezer layak dipandang sebagai aset. Bukan sebagai musuh,” ungkap Reza, melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Selasa (21/2/2023).

Ia melanjutkan, pertanyaan utama bukan layak tidaknya Eliezer lanjutkan karier sebagai polisi.

“Masalahnya justru pada Polri. Yakni, seberapa siap Polri menerima kembali Eliezer?” tanyanya melempar kesediaan jajaran penegak hukum berseragam coklat itu.

Reza yang juga merupakan Ahli Psikologi Forensik ini menyebut, ada dua hal terkait siap tidaknya Polri menerima kembali Eliezer.

“Pertama, apakah mereka punya sistem pengembangan karir bagi personel dengan karakteristik seperti Eliezer?.”

“Artinya, profesionalisme Eliezer harus terus dikembangkan,” ungkap sosok yang pernah jadi saksi ahli di sidang kasus Ferdy Sambo itu.

Tapi, lanjut Reza, ada pemahaman bahwa Eliezer pernah divonis bersalah terkait pasal 340 KUHP.

“Hukuman berupa masa pemenjaraannya memang ringan, cuma 1 tahun 6 bulan. Tapi hukuman itu dijatuhkan terkait pembunuhan berencana, dan itu sangat serius,” ungkapnya.

Terhadap anggota Polri yang pernah melakukan tindak pidana, kata Reza, tentu kesatuan ini berkepentingan besar untuk memastikan Eliezer tidak menjadi residivis.

Baik residivisme atas perbuatan yang sama maupun residivisme terkait pidana lainnya.

“Jadi, di samping pengembangan profesionalisme, Polri juga harus melakukan risk assessment dan rehabilitasi terhadap Eliezer,” ungkapnya.

Poin kedua menurut Reza ialah, apakah Polri punya sistem untuk melindungi Eliezer dari kemungkinan serangan pihak-pihak yang barangkali tidak senang dengan sepak terjang Eliezer?

“Artinya, apakah polisi nyaman menerima seorang justice collaborator alias whistleblower?. Eliezer memperlihatkan bagaimana dia pada akhirnya bukanlah personel yang bisa didikte untuk menyembunyikan penyimpangan, lebih-lebih penyimpangan yang dilakukan oleh senior bahkan jenderal sekalipun,” ujarnya.

“Jadi, sekembalinya Eliezer nanti, Polri memang perlu membudayakan whistleblowing di internal korps Tribrata. Sekaligus Polri harus menjamin bahwa Eliezer dan para whistleblower lainnya terhindar dari viktimisasi,” ungkapnya.

Diketahui, Richard Eliezer telah divonis hukuman penjara 1 tahun 6 bulan dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Kini, Richard Eliezer tengah menanti sidang kode etik Polri yang akan menentukan nasib kariernya di kepolisian. (Literaksi/Putra)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *