Menulis Aksi, Menggerakkan Literasi
NEWS  

Petani Kendeng, Melawan Penindasan dari Hilangnya Ruang Hidup di Hari Kemerdekaan Indonesia ke-77


Warning: Attempt to read property "post_excerpt" on null in /home/u1604943/public_html/literaksi.com/wp-content/themes/wpberita/template-parts/content-single.php on line 98

Literaksi.com – Memperingati HUT RI ke-77 yang jatuh pada Rabu (17/8/2022) mendorong Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) untuk terus melawan hilangnya ruang hidup hingga produksi hasil bumi yang semakin hari digerus oleh angkuhnya penambangan.

Kegiatan diawali dengan upacara rakyat yang digelar di Bukit Ngalang Alangan, Desa Kedumulyo, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, Rabu.

Dalam pidato yang disampaikan Inspektur Upacara, Gunretno menyebutkan bahwa kemerdekaan adalah kembali ke dasar Pancasila. Dimana diwujudkan dengan unsur yang ada di dalam kelima sila tersebut.

“Diakui atau tidak, dulur semua bisa makan karena ada petani. Namun keberadaannya selalu disia-siakan, sawah menjadi sempit. Tapi apabila sedulur bukan petani merasa tidak butuh dari hasil bertani, petani tak akan kecewa,” kata dia di sela pidatonya.

Menurutnya, petani akan terus hidup dengan hasil panen yang dia makan sendiri dan untuk keluarga. Merdeka bagi petani salah satunya, tercukupi kebutuhan sandang dan pangan.

Upacara yang juga diikuti oleh petani asal Pati, Rembang, Blora hingga Grobogan serta pedagang, peternak dan juga jaringan advokat ini memiliki keperihatinan yang sama. Yaitu, hilangnya ruang hidup dan ruang produksi di Kendeng itu sendiri.

Memang, Indonesia ikut terdampak dari tekanan krisis global yang saat ini terjadi akibat Covid-19 termasuk juga perang Rusia-Ukraina.

Kendati begitu Indonesia sampai detik ini masih kuat bertahan. Baginya hal itu tak lain adanya campur tangan Tuhan. Namun segelintir orang masih rakus mengambil hak petani untuk penambangan.

Detik-detik warga yang tergabung dalam JMPPK menggelar upacara HUT RI ke-77 di Bukit Ngalang Alangan, Desa Kedumulyo, Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, Rabu (17/8/2022). (dok.Istimewa)

“Di hari kemerdekaan Indonesia ini patut kita berterimakasih kepada Gusti (Tuhan) karena menyelamatkan bumi pertiwi dari keserakahan sejumlah orang akibat oligarki yang terus dipelihara hingga kini,” katanya.

Namun begitu, bagi JMPPK bukan berarti pemerintah malah abai dan tak memperhatikan petani yang ikut menjadi rantai dalam kedaulatan pangan di Indonesia.

“Sebagai petani, kami tetap berjuang keras untuk terus menanam, terus melawan penindasan yang merampas ruang hidup petani atas nama pembangunan dan investasi,” kata Gunretno.

Petani merupakan bagian bangsa yang mulia, bukan bangsa budak yang diinjak di tanah lahir pertiwi. Sudah barang tentu pemerintah mengambil peran besar kepada para petani.

Seharusnya pengambilan kebijakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sekuat tenaga melindungi ruang-ruang produksi pertanian.

Termasuk melindungi hutan sebagai sumber dari mata air dan keanekaragaman hayati.

“Semangat kami akan terus menyala untuk melindungi merah putih yang sebenarnya. Bukan sekedar ritual pengibaran bendera merah putih, tapi berupaya menjawab tantangan yang ada,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *