Literaksi.com – Para pelaku pembunuhan berencana yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J mulai masuk ke meja hijau. Kelima tersangka utama dalam kasus kematian pria 27 tahun itu mulai disidang sejak Senin-Selasa (17-18/10/2022).
Tersangka Ferdy Sambo sudah menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dihadapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin kemarin.
Pada hari yang sama, istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi menjadi tersangka kedua yang disidang dengan agenda yang sama, yakni pembacaan dakwaan. Dilanjutkan persidangan Kuat Ma’ruf dan terakhir Brigadir Kepala (Bripka) Ricky Rizal (RR).
Pada Selasa, pukul 09.50 WIB, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E menjalani persidangan perdananya.
Dalam dakwaan yang dibacakan para JPU, tersangka yang sudah beralih status menjadi terdakwa ini memiliki peran hingga terkuak sejumlah fakta dibalik drama panjang kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Berikut Literaksi.com menjahit dalam ringkasan pembacaan dakwaan oleh JPU ke para terdakwa.
Ferdy Sambo
Otak pembunuhan yang sebelumnya menjabat sebagai Kadiv Propam Polri ini datang ke meja persidangan dengan mengenakan batik coklat pada Senin (17/10/2022). Pembacaan dakwaan yang dimulai pada pukul 10.00 WIB, menjelaskan apa yang dilakukan Ferdy Sambo.
Dalam pembacaan dakwaan tersebut, Ferdy Sambo mengaku geram dengan ulah ajudannya sendiri terhadap Putri Candrawathi. Ferdy ditelpon oleh istrinya yang menyebut Brigadir J melakukan perbuatan tak pantas ketika di Magelang, Jawa Tengah.
Naik pitam dengan pernyataan Putri Candrawathi yang belum dipastikan kebenarannya, rencana pembunuhan itu disiapkan Ferdy Sambo.
Ketika berada di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan, Ferdy Sambo meminta Kuat Ma’ruf memanggil Brigadir J serta Bripka RR termasuk Bharada E yang saat itu melintas di tangga.
Sambo awalnya menyuruh Bripka RR untuk menembak Brigadir J yang diteriaki Ferdy untuk berlutut menghadap tembok. Namun Bripka RR tak bersedia, selanjutnya Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak seniornya itu.
Setelah tembakan tersebut dilepaskan Bharada E, Ferdy Sambo dari dakwaan JPU ikut menembak kepala Brigadir J dengan sarung tangan hitam untuk memastikan Brigadir J tak bernyawa.
Selanjutnya Ferdy Sambo membuat skenario seolah-olah kasus tersebut adalah baku tembak antara sesama anggota polisi dengan melepaskan tembakan ke dinding dan beberapa benda sebanyak 6 tembakan.
Tak hanya itu, untuk menyempurnakan skenarionya, cctv yang ada di kompleks perumahan Duren Tiga termasuk cctv di rumah dinas diganti dengan yang baru.
Ferdy Sambo memerintahkan anggota polisi lainnya, yaitu Brigjen Hendra Kurniawan selaku mantan Karopaminal Divisi Propam Polri, Kombes Agus Nurpatria selaku mantan Kaden A Biropaminal Divisi Propam Polri.
Selanjutnya AKBP Arif Rahman Arifin selaku mantan Wakadaen B Biropaminal Divisi Propam Polri, Kompol Baiquni Wibowo selaku mantan PS Kasubbagriksa Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri. Selain itu, Kompol Cuk Putranto selaku mantan PS Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divisi Propam Polri, dan mantan Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri, AKP Irfan Widyanto.
Putri Candrawathi
Istri Ferdy Sambo ini telah disidang dengan dakwaan ikut terlibat dalam pembunuhan Brigadir J. Putri yang ada di rumah dinas saat itu di lantai dua mengetahui jika ada aksi rencana pembunuhan yang akan dilakukan Ferdy Sambo. Kendati demikian, Putri memilih bungkam dan membiarkan ajudannya tewas ditembak.
Dalam pembacaan dakwaan itu Putri didakwa terlibat dalam pembunuhan berencana sebagaimana Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP.
Terdapat momen Hakim Agung menanyakan ke Putri paham atau tidak dengan dakwaan yang dibacakan JPU. Namun jawaban putri tidak mengerti dan diminta berdiskusi dengan kuasa hukumnya. Namun bukannya menjawab mengerti atau tidak, dakwaan yang dibacakan diserahkan sepenuhnya kepada kuasa hukum dan putri akan mengikuti arahan dari kuasa hukumnya.
Kuat Ma’ruf
Satu-satunya warga sipil yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J adalah Kuat Ma’ruf. Dalam rentetan kasus tersebut, Asisten Rumah Tangga (ART) ini sebenarnya bertugas di Magelang, Jawa Tengah.
Dari pembacaan dakwaan JPU, Kuat Ma’ruf disebut sempat berupaya menghalangi almarhum Brigadir J dengan sebilah pisau sebelum masuk ke dalam kamar Putri Candrawathi saat masih berada di Magelang, Jawa Tengah.
Brigadir J dan Putri disebutkan berada di dalam kamar selama 15 menit dan saat itu Kuat Ma’ruf ikut masuk. Kuat Ma’ruf juga yang menyarankan Putri Candrawathi untuk melaporkan peristiwa tak senonoh yang dialami Putri dari ajudannya itu ke Ferdy Sambo.
Kuat Ma’ruf saat itu merasa kesal dengan Brigadir J dan ingin menghabisi nyawanya karena perlakuan ajudan ini ke Putri. Ia ikut berangkat ke Jakarta dan masih membawa pisau yang sebelumnya digunakan untuk menghalangi Brigadir J.
Saat detik-detik pembunuhan Brigadir J, Kuat Ma’ruf yang diminta Ferdy Sambo memanggil Bripka RR dan Brigadir J langsung bergegas dan memanggil keduanya, Kuat Ma’ruf sudah bersiap jika Brigadir J akan melawan ketika dipanggil oleh bosnya Ferdy Sambo.
Saat penembakan terjadi, Kuat Ma’ruf didakwa ikut dalam pembunuhan berencana itu karena tak berniat menghalangi perbuatan keji tersebut.
Bripka Ricky Rizal
Komandan para Brigadir ajudan Ferdy Sambo ini juga didakwa karena tak melakukan upaya untuk menghentikan pembunuhan yang termasuk dalam perbuatan keji itu.
Awalnya, Ferdy Sambo meminta Bripka RR untuk menembak mati Brgadir J yang dianggap Sambo telah melecehkan istrinya. Namun begitu Bripka RR menolak dan eksekutor dilakuka oleh Bharada E.
Bharada E
Pria 24 tahun ini menjadi eksekutor hingga Brigadir J tewas, kendati begitu dalam sidang pembacaan dakwaan yang digelar Selasa, Bharada E tetap melakukan pembunuhan tanpa membantah atasannya.
Namun setelah persidangan usai, Richard Eliezer membacakan surat yang dia tulis sebelumnya pada 16 Oktober 2022, sebelum dirinya menjalani sidang perdananya.
Pada kesempatan itum Bharada E pertama kalinya berbicara ke media terkait kasus yang ikut menyeret namanya. Dalam surat tersebut Bharada E meminta maaf kepada almarhum dan keluarga hingga menyesal setelah menembak Brigadir J.
“Saya sangat menyesali perbuatan saya. Namun, saya hanya ingin menyatakan bahwa saya hanyalah seorang anggota yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah dari seorang jenderal, terima kasih,” kata Eliezer usai persidangan.
Kuasa hukum Bharada E, juga tak mengajukan nota keberatan atau eksepsi dalam sidang tersebut. Dalam sidang selanjutnya pada 25 Oktober 2022, 12 orang saksi akan dihadirkan saat Bharada E melanjutkan sidang keduanya. Hal itu untuk memberikan keringanan hukuman karena dirinya tak memiliki upaya untuk menolak perintah dari jenderal yang tak lain adalah Ferdy Sambo.